Saturday, December 5, 2015

Pembentukan grup poligami & anti selingkuh

Perselingkuhan adalah perbuatan terlarang & tercela. Orang yang melakukannya akan terhina & dipandang rendah. Perselingkuhan jika tidak ketahuan memang menyenangkan & memiliki sensasi tersendiri, tapi dibalik itu tersimpan banyak kekhawatiran & akibat yang buruk saat perbuatan tersebut terbongkar. Seseorang melakukan perselingkuhan karena merasa tidak puas dengan pasangannya. Alasan dibalik ketidakpuasan itupun bermacam-macam, yang pada akhirnya mendorong seseorang untuk mencari orang lain yang dapat memenuhi hasrat yang tidak terpuaskan tersebut. Saat berhasil menemukan seseorang yang dianggapnya dapat memuaskan hasrat yang belum terpenuhi itu, maka dimulailah perselingkuhan tersebut. Sekali, dua kali melakukannya memang menyenangkan & bahkan menimbulkan ketagihan jika saat pertama kali melakukannya tidak muncul sedikitpun rasa bersalah & penyesalan. Mengapa itu bisa terjadi? Karena semua hal terlarang, biasanya rasanya lebih nikmat & menyenangkan dibanding hal-hal yang dibolehkan. Tapi perlu diingat bahwa hal-hal terlarang jika dilakukan, akan memberikan kerugian yang lebih banyak dibanding keuntungannya. Begitupun dalam hal perselingkuhan ini.

Tapi yang jadi pertanyaannya, apa itu "selingkuh"? Hal ini perlu dipertanyakan karena seringkali terjadi pernikahan siri/pernikahan poligami yang dilakukan secara diam-diam tanpa sepengetahuan istri pertama disebut selingkuh. Jika tanpa dikonfirmasi terlebih dahulu bagaimana proses sang suami menjalin hubungan & menikah dengan istri mudanya, maka orang akan menyalahartikan poligami sebagai perselingkuhan, padahal poligami berbeda dengan perselingkuhan. Pernikahan poligami merupakan bentuk tanggungjawab seorang pria beristri yang menggauli beberapa perempuan lain secara sah. Sedangkan perselingkuhan merupakan bentuk perbuatan tidak bertanggung jawab seorang pria beristri yang menggauli beberapa perempuan lain secara tidak sah. Jadi poligami memiliki konsekuensi yang jelas terhadap status beberapa perempuan lain yang digaulinya yakni sebagai istri yang sah. Sedangkan perselingkuhan tidak memiliki konsekuensi yang jelas terhadap status beberapa perempuan lain yang digaulinya & hanya memberikan status kumpul kebo serta status anak haram.

Dari penjelasan di atas, sudah sangat jelas kerugian besar yang diderita para perempuan peselingkuh yakni berstatus kumpul kebo & jika memiliki keturunan akan berstatus anak haram. Berbeda jika hal itu adalah poligami, tanpa melihat kegagalan-kegagalan yang terjadi dalam pernikahan poligami, para perempuan yang dipoligami, lebih jelas statusnya, yakni istri sah dari pria yang menikahinya. Penulis bukannya mau menutup mata terhadap berbagai kegagalan/kerugian yang diderita perempuan yang dipoligami, tetapi penulis hanya mau mendudukkan perkaranya, bahwa bukan poligaminya yang salah. Bukankah pernikahan monogami juga tidak sedikit yang berakhir dengan kegagalan? Jadi perempuan yang melakukan monogami pun berpeluang mengalami kegagalan/kerugian yang sama seperti yang terjadi dalam pernikahan poligami. Memang peluang munculnya masalah/kegagalan dalam pernikahan poligami lebih besar dibanding monogami, tapi bukan berarti poligami dianggap sebagai penyebab masalah/penyebab kegagalan tersebut. Poligami hanyalah pilihan bagi mereka yang siap berbagi, jika tidak siap berbagi maka pilihannya adalah monogami. Kegagalan yang terjadi adalah karena pelakunya belum siap berbagi. Jadi bagi yang mendapat tawaran poligami, lebih baik memikirkannya berkali-kali sebelum akhirnya gagal di tengah jalan karena menerima tawaran poligami dengan setengah hati/terpaksa.

Prinsip pernikahan monogami & poligami adalah sama yakni mempertimbangkannya matang-matang agar tidak sampai terjadi kegagalan di tengah jalan karena setengah hati/terpaksa melakukan pernikahan tersebut. Pernikahan harus dilakukan dengan sepenuh hati & tanpa paksaan agar dapat meminimalkan/menghindari kegagalan. Pernikahan yang dilakukan dengan sepenuh hati berarti bahwa suami-istri telah membulatkan tekad untuk mempertahankan pernikahan mereka sampai akhir hayat walau apapun yang terjadi. Sedangkan pernikahan yang dilakukan tanpa paksaan berarti bahwa suami-istri melakukan pernikahan tersebut atas dasar kesadarannya & kesiapan menerima segala akibat dari pilihannya untuk melakukan pernikahan tersebut. Jika melakukan pernikahan dengan sepenuh hati, maka masalah apapun yang sedang menimpa, akan dilalui & diatasi bersama-sama sehingga berbagai masalah tersebut akan menjadi semacam bumbu penyedap kehidupan yang semakin menguatkan & mempererat ikatan cinta kasih di antara mereka. Begitupun pernikahan yang dilakukan tanpa paksaan, maka mereka akan menyadari & siap dengan berbagai perbedaan, kelebihan & kekurangan masing-masing sehingga mereka bisa saling melengkapi satu sama lain dalam melalui setiap lika liku perjalanan hidup mereka.

Kemudian akan timbul pertanyaan, bukankah realitasnya tidak seindah seperti yang digambarkan oleh penulis? Banyak sekali masalah yang terjadi dalam pernikahan. Mulai dari cekcok karena masalah sepele hingga masalah yang besar. Bertengkar karena masalah dapur hingga masalah kasur. Berantem karena masalah emosi sesaat hingga emosi yang bertumpuk-tumpuk, dsb. Karena tulisan ini mengangkat tema perselingkuhan maka yang akan dibahas di sini adalah masalah tersebut. Di atas telah disinggung sedikit mengenai perselingkuhan sedangkan di paragraf ini akan dijelaskan arti selingkuh secara tersendiri. Selingkuh adalah bergaul dengan pria/perempuan lain walaupun sudah berstatus menikah. Yang dimaksud bergaul di sini adalah yang berarti negatif, di mana pria & perempuan tanpa hubungan pernikahan melakukan sentuhan bahkan penyatuan fisik untuk memuaskan hasrat biologisnya. Menurut pengertian ini, maka selingkuh adalah sesuatu yang sangat memalukan, hina, & menjatuhkan harga diri pelakunya serendah-rendahnya. Meskipun orang tersebut begitu sangat terhormat, jika ketahuan berselingkuh, maka kehormatannya akan langsung tercoreng. Karena begitu buruknya akibat dari perbuatan selingkuh tersebut, maka tentu rasanya akan sangat menyakitkan bagi pihak yang diselingkuhi. Oleh karena itu kita semua sepakat bahwa perselingkuhan adalah hal terlarang & patut dibenci semua orang.

Mengingat betapa buruknya perbuatan selingkuh tersebut, maka jalan & cara paling aman bagi para pria untuk menjalin hubungan dengan beberapa perempuan sekaligus adalah poligami. Tapi bagaimana dengan perempuan? Jika pria bisa menikah secara poligami, apakah perempuan bisa menikah secara poliandri? Meskipun di jaman modern seperti sekarang terdapat isu kesetaraan gender, bukan berarti perempuan menyalahi kodratnya. Secara kodrat perempuan adalah pihak yang dibuahi oleh pria, bukan karena menegakkan kesetaraan gender, maka perempuan ingin menjadi pihak yang membuahi pria (ini sudah menyalahi kodrat). Begitupun dalam hal pernikahan, macam pernikahan hanya ada monogami & poligami, sehingga perempuan hanya bisa memilih salah satu di antara ke dua pilihan itu. Perempuan tersebut tinggal memilih mana di antara pilihan berikut yang diinginkannya: menjadi satu-satunya istri bagi suaminya (monogami) atau menjadi salah satu istri bagi suaminya (poligami). Meskipun kebanyakan perempuan memilih monogami, tetapi ada sebagian perempuan yang rela dipoligami & hal ini tidaklah merendahkan derajatnya sebagai perempuan, tetapi justru menunjukkan kebesaran & keikhlasan hatinya untuk menerima/melakukan sesuatu hal yang sangat berat & sulit dilakukan kebanyakan perempuan.

Kita kembali lagi kepada soal perselingkuhan. Bagaimana jika kita sudah merasa bosan dengan suami/istri kita, sehingga membuat kita ingin berselingkuh? Atau bagaimana jika sudah terlanjur berselingkuh? Jika kita sampai muncul keinginan/perbuatan selingkuh tersebut, maka akan memuncul pertanyaan terhadap pernikahan yang telah kita lakukan sebelumnya. Bisa jadi pernikahan tersebut dilakukan dengan setengah hati, karena setengah hati yang lainnya adalah untuk suatu alasan lain (harta, tahta, rupa). Atau bisa jadi pernikahan tersebut dilakukan dengan terpaksa karena balas budi, dijodohkan, kecelakaan, dsb. Sebagaimana telah kita sepakati bersama bahwa selingkuh adalah hal yang terlarang & patut dibenci, maka kita pun harus anti/menentang keras terhadap perselingkuhan tersebut. Oleh karena itu sikap & tindakan kita terhadap peselingkuh adalah tegas menolaknya/menceraikannya, kecuali kalau sang suami/istri masih sayang dengan pasangannya & pasangan tersebut benar-benar insaf & menyesali perbuatannya, maka terserah suami/istri tersebut untuk tetap mempertahankan pernikahannya/tidak.

Berdasarkan akibat buruk dari perselingkuhan yang telah disebutkan di atas, maka penulis melalui tulisan ini bermaksud membentuk grup anti selingkuh sebagai bentuk tanggapan terhadap realitas sosial yang terjadi di tengah pergaulan yang serba bebas seperti saat ini. Di samping itu, penulis juga bermaksud membentuk grup poligami untuk mewadahi para pelaku poligami ataupun calon pelaku poligami yang ingin membangun keluarga poligami yang bahagia & bertanggungjawab. Hal ini karena selama ini poligami sering disalahartikan sebagai penyebab permasalahan, padahal poligami adalah sebagai penyelesai permasalahan. Permasalahan-permasalahan yang terjadi bukan terletak pada poligaminya tetapi lebih kepada para pelakunya. Di sini poligami merupakan pilihan & dilakukan tanpa paksaan. Sehingga di sini poligami dilakukan oleh para pelakunya dengan sepenuh hati & tanpa paksaan. Tidak disarankan bagi para pelaku yang belum siap berbagi untuk berpoligami karena hanya akan membuatnya menjalani pernikahan poligami dengan setengah hati & terpaksa yang rawan mengalami kegagalan suatu saat nanti. Grup ini terbuka untuk umum. Siapapun boleh ikut & boleh memilih mengikuti salah satu grup yakni grup poligami atau grup anti selingkuh ataupun ikut kedua-duanya.

No comments:

Post a Comment